Kamis, 25 Oktober 2012

KORBAN MALPRAKTEK OPERASI BEDAH

Pertanyaan::
Saya Tina, 42 tahun. 2 tahun yang lalu saya mengalami kecelakaan kecil akibat terjatuh pada saat bermain-main dengan cucu saya, yang mengakibatkan tulang punggung saya mengalami luka. Dokter mendiagnosa ada pergeseran tulang punggung dan harus dioperasi. Saya menyetujui operasi tersebut dengan harapan saya bisa beraktivitas lagi. Saya diopreasi tim dokter rumah sakit swasta dengan bius total. Namun, keluar dari kamar operasi entah kenapa pasca operasi, betis kaki kanan saya diperban padahal yang diopreasi adalah bagian punggung. Saya juga merasakan sakit yang luar biasa di bagian betis itu.

Suami saya telah berkali-kali meminta penjelasan dokter dan perawat, namun tidak mendapatkan penjelasan yang memadai. Mereka mengatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang lumrah dalam operasi punggung, sebagai bagian untuk menunjang jalannya operasi. Beberapa hari kemudian, betis kanan saya terasa sangat sakit, perih dan panas. Jauh lebih sakit ketika pertama kali saya keluar dari kamar operasi. Setelah perban dibuka, saya baru menyadari bahwa di betis saya ada luka menganga yang cukup besar. Dokter tidak menganggap hal itu sebagai hal yang serius. Saya diberikan obat salep oleh dokter. Selang beberapa hari kemudian, luka justru semakin membesar dan membusuk, saya semakin khawatir. Saya mulai emosi dan meminta pertanggungjawaban dokter dan rumah sakit.


Dokter kemudian memutuskan operasi untuk luka di betis kanan saya itu, dengan menggunakan metode menutup luka dengan kulit yang diambil dari paha saya. Proses terebut memakan waktu hingga 1 tahun, jauh lebih lama dari perawatan luka di punggung saya, karena proses penyembuhan yang sangat lambat. Akibatnya, praktis saya tidak dapat beraktivitas sama sekali. Saya mengalami kerugian yang sangat besar, karena saya adalah seorang pengusaha. Hutang saya dimana-mana, baik hutang untuk biaya perawatan di rumah sakit dan kerugian akibat tidak dapat beraktivitas, padahal tagihan-tagihan kredit terus berjalan dengan bunga.

Saya berulangkali pihak rumah sakit bertanggung jawab atas kerugian ini, tapi rumah sakit menolak karena kejadian tersebut adalah kecelakaan kerja. saya tidak memahami maksud jawaban rumah sakit ini. Saya sudah melaporkan kejadian ini ke polisi sebagai tindak pidana malpraktek. Namun 1 tahun ini tidak ada kabar tindak lanjut.

Apakah kejadian yang saya alami ini adalah malpraktek? Mana yang harus saya lakukan terlebih dahulu, perdata atau pidana? Sejauh apa rumah sakit harus bertanggung jawab?

Jawaban:
Ibu Tina yang baik, saya prihatin dengan kejadian yang menimpa ibu Justina. Banyak orang yang menyalahartikan definisi malpraktek, sehingga banyak pula orang yang terlalu cepat menyimpulkan suatu kejadian adalah malpraktek.

Malpraktek adalah istilah hukum di dalam dunia kedokteran yang berbasis pada kesalahan atas prosedur dan etik penanganan, bukan pada hasil akhir penganganan medis. Namun sering kali hasil akhir penanganan medis menjadi pintu masuk untuk menguji ada tidaknya malpraktek.

Sekilas memang ada yang janggal dengan kejadian yang Ibu Justina alami, punggung yang dioperasi tapi kenapa betis yang luka. Tentu saya tidak memiliki kapasitas untuk menjawab hal ini karena saya bukan ahlinya. Tetapi, seperti yang saya katakan sebelumnya, hasil akhir/dampak dari penanganan bisa dijadikan pintu masuk untuk menguji ada tidaknya malpraktek. Langkah ibu untuk melaporkan kejadian ini ke Kepolisian adalah langkah yang tepat, karena memang terdapat adanya dugaan adanya malpraktek. Tugas Kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Perlu ibu ketahui, kasus-kasus malpraktek sering kali mengalami kebuntuan akibat minimnya bukti yang dapat menjerat pelaku malpraktek, karena dalam banyak hal, saksi ahli menjadi kunci pengungkapan adanya malpraktek. Persoalannya, mencari saksi ahli bukan pekerjaan yang mudah.

Upaya yang perlu juga Ibu lakukan adalah segera mengadukan ke majelis kehormatan kedokteran Indonesia. Majelis itu akan melakukan pemeriksaan secara internal untuk menguji apakah terjadi pelanggaran prosedur dan etik kedokteran.

Secara teknis, upaya hukum perdata akan lebih mudah dilakukan apabila telah terbukti secara pidana kesalahan tim dokter.

Jika malpraktek telah terbukti dan memiliki kekuatan hukum tetap, maka tim dokter dan rumah sakit yang menaunginya bertanggung jawab penuh atas semua biaya yang telah ibu keluarkan untuk perawatan, maupun kerugian-kerugian lain yang timbul akibat kesalahan yang mereka lakukan serta kerugian yang bersifat immaterial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar